Posted by : Unknown
Jumat, 12 September 2014
Perkembangan Pendidikan Di Indonesia dengan beralihnya kurikulum KTSP
menjadi Kurikulum 2013 ternyata menimbulkan banyak pertanyaa. nah untuk
kesempatan kali ini saya kutip beberapa pertanyaan dan jawaban yang
diberikan oleh kementerian Pendidikan dan kebudayaan (KEMDIKBUD).
Kurikulum pendidikan di Indonesia akan drastis diubah. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah menyusun kurikulum baru untuk tahun 2013
mendatang. Rencana ini rupanya sudah digagas sejak 2010.
Alasan Kementerian: kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan
tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih
berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata.
Perubahan ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional
tentang kemampuan siswa Indonesia. Salah satunya adalah survei "Trends in International Math and Science" oleh Global Institute pada tahun 2007.
Menurut survei ini, hanya 5 persen siswa Indonesia yang mampu
mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai
perbandingan, siswa Korea yang sanggup mengerjakannya mencapai 71
persen. Sebaliknya, 78 persen siswa Indonesia dapat mengerjakan soal
berkategori rendah yang hanya memerlukan hafalan. Sementara itu, siswa
Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu hanya 10 persen.
Indikator lain datang dari Programme for International Student Assessment (PISA)
yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar paling
buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian mencakup
kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains.
Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran
sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun
berkembang lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6.
Satu kesimpulan dari dua survei itu adalah: prestasi siswa Indonesia terkebelakang.
Berikut wawancara selengkapnya:
Mengapa ada perubahan kurikulum?
Sebelum "mengapa", kita perlu bahas lebih dulu apa itu kurikulum. Bicara
kurikulum itu pasti bicara empat hal. Pertama, standar kompetensi
kelulusan. Kedua, standar isi. Ketiga, standar proses. Keempat, pasti
kita bicara standar penilaian.
Gampangnya, anak-anak mau kita harapkan bisa apa. Siswa SD kelas 1 itu
bisa apa? Lulusan SMP bisa apa, SMA dan seterusnya bisa apa? Ini yang
kita tetapkan dulu. Dari situ, lalu kita isi apa? Kita beri menu apa
anak-anak ini.
Tapi, tidak cukup dikasih menu saja. Prosesnya juga penting, bagaimana
supaya makanan ini bisa ditelan atau diserap oleh sang anak dengan baik.
Dalam proses itu ada metodologi, cara menyajikannya. Kalau bubur
makannya pakai sendok. Kalau yang lain bisa pakai garpu atau tangan
langsung.
Itu belum cukup. Juga penting bagaimana cara mengevaluasinya, cara
penilaiannya. Nah, kalau kita bicara kompetensi, ini yang ditekankan
sekarang. Ada tiga ranah atau domain, yaitu dari sisi sikap atau attitude, sisi keterampilan atau skill, dan sisi pengetahuan atauknowledge. Kompetensi yang ingin kita capai adalah: tiga-tiganya harus masuk.
Itu definisi tentang kurikulum.
OK, lalu kenapa diubah?
Pertanyaannya memang mengapa kok diubah-ubah? Kayak kurang pekerjaan
atau kebanyakan uang. Belum lagi pasti ada pro kontra, ganti menteri
ganti kurikulum. Ini sudah kami timbang-timbang.
Zaman ke depan itu berubah, lho. Kalau tidak kita lakukan perubahan
sekarang, nanti kita akan memproduksi generasi yang usang, yang
tidak cocok dengan zamannya nanti. Akibatnya, nanti jadi beban. Termasuk
tidak terserap di ketenagakerjaan.
Harus kita lakukan perubahan, meski dengan risiko tidak populer.
Daripada gara-gara kita sungkan, risikonya jadi lebih mahal. Kita tahu
kurikulum sekarang ini tidak bisa diteruskan lagi. Nggak apa-apa lah nggak populer.
Kalau mau selamat, saya diam-diam saja, pasti selamat. Termasuk soal
Ujian Nasional itu, kalau mau dihapus, bisa saja dihapus. Orang pasti
senang.
Tapi mengurusi pendidikan itu kan bukan soal orang senang atau tidak. Orang nggak senengnggak apa-apa, asalkan ada nalarnya, ada rasionalitasnya.
Apa kekurangan mendasar dari kurikulum sekarang?
Pertama, zaman sudah berubah. Yang dibutuhkan adalah kreativitas. Kita
butuh modal pengetahuan. Tapi, itu saja tidak cukup. Jadi harus ada
unsur produktif, kreatif, inovatif dan afektif. Ke depan kita butuh
anak-anak yang seperti itu.
Sekarang sudah ada banyak keluhan. Anak-anak kita tidak kreatif.
Kita hanya mengejar hafalan. Bahan pelajaran sedemikian banyak, anak
dijejali terus.
Lha, apa ini harus dibiarkan? Ya, perlu kita ubah, kita perbaiki. Bukan
berarti yang lama itu salah semua. Yang lama itu benar pada zamannya.
Yang kami garap ini juga tidak ada yang berani garansi selama 20 tahun
tak akan diubah lagi. Tidak ada memang di dunia ini, kurikulum dipertahankan sampai 30 tahun. Tidak ada.
Jadi, akan berubah dari metoda hafalan ke nalar?
Yang berubah tentu di keempat elemen itu. Standar kompetensinya berubah,
prosesnya dan materinya juga ada yang berubah. Misalnya dari sisi
proses. Pendekatannya berubah. Kita ingin agar anak-anak jadi kreatif.
Pertanyaannya, apakah kreativitas itu bisa dibentuk atau dibangun? Ada
beberapa riset yang menunjukkan bahwa kreativitas bisa dibentuk melalui
proses pendidikan. Salah satunya adalah penelitian di Harvard University
tahun 2011.
Ada dua pertiga kesempatan membangun kreativitas melalui pendidikan.
Sepertiganya melalui faktor genetik atau bawaan. Ini berbeda
dengan intelegensia yang dua pertiganya karena faktor bawaan, sepertiga
melalui pendidikan.
Idealnya, intelegensianya tinggi, kreativitasnya juga tinggi. Tapi, kalau intelegensia bawaannya rendah, kita bisa memainkan space creativity. Meskipun intelegensianya pas-pasan, kreativitasnya bisa kita manfaatkan.
Bagaimana caranya membangun kreativitas? Tentu ada berbagai pendekatan
yang bisa membangun kreativitas itu. Caranya, mulai kecil siswa kita
biasakan untuk memanfaatkan inderawinya. Ajak mereka mengamati. Jadi,
bukan main di wilayah kosong. tapi perlu masuk ke wilayah riil sehingga
setiap kejadian terekam. Misalnya, apa yang ada di bulan sana? Kita ajak
anak-anak melihat melalui teropong. Contoh lainnya sel. Kita bisa pakai
mikroskop. Baru mereka bisa mengerti apa itu sel.
Ke depan, persoalan semakin kompleks, beda dengan 30-40 tahun lalu.
Karena kompleksitas ini, butuh kemampuan yang lebih tinggi dalam
berpikir.
Mengamati saja belum cukup. Anak harus dikembangkan kemampuan untuk
bertanya. Karena dari bertanya itulah muncul rasa penasaran intelektual.
Itu saja belum cukup. Siswa perlu kita ajari untuk berkemampuan
mempresentasikan, mengkomunikasikan sesuatu, baik tertulis ataupun
lisan. Oleh karena itu kita ajari bagaimana memformulasikan persoalan.
Oleh karena itu, struktur mata pelajarannya pun juga berubah.
Seperti apa perubahan struktur mata pelajaran itu?
Struktur mata pelajarannya kita tata lagi. Pendekatannya pun kita ubah.
Objek pembelajarannya kita tentukan. Pasti tentang fenomena alam,
fenomena sosial, fenomena budaya.
Pendekatannya perlu diubah terutama untuk anak-anak SD. Anak SD belum
bisa berpikir spesialis. Tidak usah anak SD, S1 saja masih belum
spesialis. Doktor baru bisa tajam. Maka, anak-anak SD itu kita bangun
kekuatan fondasi generiknya. Maka, pendekatan yang kita lakukan di
pelajaran SD adalah tematik integratif. Kita menggunakan tema yang
berintegrasi dengan berbagai macam. Misalkan tema hari ini tentang
sungai, besok ganti jadi energi atau laut, gunung, apa saja. Di situ ada
pelajaran tentang PPKN, matematika, kita integrasikan.
Jadi anak sekolah SD nanti tidak membawa buku matematika atau buku
bahasa Indonesia. Mereka akan membawa buku dengan tema-tema tertentu.
Hari ini misalnya tentang lingkungan. Jadi pelajarannya tentang
lingkungan. Jadi, berhari-hari bawa buku tentang itu saja. Di buku itu
ada matematikanya, ada bahasa Indonesianya, ada pelajaran IPA-nya. Itu
menarik buat siswa. Belajar jadi hidup.
Jadi, mata pelajaran di SD nanti apa saja?
Agama, PPKN, bahasa Indonesia, matematika, seni dan budaya, olahraga dan
pendidikan kesehatan. Itu mata pelajarannya. Tetapi meskipun ada
nama-nama mata pelajaran itu, pendekatannya tidak belajar
sendiri-sendiri. Diintegrasikan.
Proses belajar di kelas seperti apa?
Biasa saja. Secara teknis biasa. Guru menjelaskan. Tapi, selalu
pendekatannya adalah observasi sehingga tidak harus di dalam kelas.
Anak-anak bisa diajak keluar kelas.
Kenapa menurut survei kemampuan nalar siswa kita lebih rendah dibanding siswa Korea?
Itu jadi bahan introspeksi kita. Kita berangkat dari TIMSS 2007 (Trends
in International Mathematics and Science Study). Nanti di tahun 2013
akan keluar hasil survei tahun 2012. Saya tidak ingin menyalahkan
siapa-siapa. Makanya kenapa ini sangat penting, bahkan genting. Kita
masuk pada fase penting dan genting. Karena itu harus segera diubah.
Kalau tidak, atau menunda satu tahun saja, ada 10 juta anak kelas 1 SD
yang tidak mendapatkan kesempatan. Siswa kelas 1 dan kelas 4 itu sekitar
10 juta. Sayang anak-anak kita. Karena itu kita harus all out.
Uji publik yang direncanakan ini belum pernah ada dalam sejarah
pembuatan kurikulum. Ini kita lakukan secara terbuka. Tapi sekali lagi
kami mengajak agar pendekatannya saintifik, akademik. Jangan pakai
pendekatan politik. Sudah ada 600 lebih yang memberi tanggapanonline, di http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id. Di situ ada diskusi virtual. Silakan memberikan masukan. Silakan sempurnakan.
Bagaimana implementasinya?
Ini perlu effort yang
luar biasa. Kami siap diaudit. Ini semata-mata untuk kepentingan masa
depan. Untuk implementasinya, kami punya beberapa skenario. Salah satu
yang menguat adalah secara bertahap.
Jadi, mulai tahun depan kita mulai dari kelas 1 dan kelas 4. Kalau kita
mulai dari kelas 6, anak-anak kan dari kelas 1 sudah menggunakan
pendekatan yang lama. Tahu-tahu dikasih yang baru, ya nggak nyambung. Karena itu guru yang kita latih pun tidak semua, yang mengajar kelas 1 dan 4 saja.
Guru SD kan ada 1,6 juta. Kalau kita latih semuanya, untuk apa? Tahun
depan kelas 1 dan kelas 2, lalu kelas 4 dan kelas 5. Yang kelas 4 kan
sudah naik ke kelas 5. Sehingga yang kita perlukan selanjutnya kelas 2
dan kelas 5.
Kalau satu tahun mau diperpanjang lagi, baru kelas 3 dan kelas 6.
Berarti, 3 tahun lunas untuk SD. Ada masa 3 tahun untuk menyiapkan itu.
Tidak semuanya diselesaikan di 2012. Kami paham kemampuan kami, selain
dari sisi pendekatan juga tidak pas.
SMP dan SMA juga begitu.
Ini sudah kita siapkan semua. Kalau kita berpikir jernih, memang harus
begitu. Karena keluhan soal metoda hafalan ini sudah lama.
Perubahan ini akan membawa hasil yang lebih baik?
Hasil pendidikan itu saya ibaratkan kotak. Bagaimana caranya kita
menjadikan kotak ini jadi sebesar-besarnya? Bagi orang teknik gampang
sekali: panjang, lebar dan tingginya ditambah.
Nah, jadi panjangnya kita tambah. Tahun depan, insya Allah sudah
dimulai pendidikan wajib 12 tahun. Lebarnya juga kita naikkan. Ini lama
anak-anak tinggal di sekolah, atau jam belajar. Konsekuensinya jam
belajar bertambah, karena pendekatannya berubah. Tinggi kotak itu
efektivitas. Ini kuncinya di kurikulum.
Populasi usia produktif kita sekarang luar biasa besar. Warga berusia
muda luar biasa banyaknya. Kalau tidak kita siapkan sejak sekarang,
kasihan mereka.
Pertanyaan : Bagaimana tentang uji publik kurikulum 2013 ini?
Mendikbud : Ini sesuatu yang baru, uji publik
kurikulum. Sebelumnya tidak pernah ada uji publik. Jadi ini kita lempar
ke publik. Tujuannya apa? pertama supaya publik tahu akan ada kurikulum
baru, kedua publik dapat berpartisipasi sehingga ada rasa memiliki atauself-belonging. Dalam partisipasi ini siapa saja boleh memberi pandangan. Oleh karena itu paling gampang kita masukkan dalam web kitahttp://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Uji publik jalan terus ini. Secara umum tidak ada itu yang menolak.
Rata-rata menyambut baik. Tujuan uji publik itu kan untuk penyempurnaan.
Makanya bahannya kita upload, supaya publik mempelajari terlebih dahulu. Kalau ada yang komentar mata pelajaran kita kurang fokus, coba pelajari dahulu.
Waktu uji publik yang 3 minggu ini cukup. Tentang memilah masukan, itu
teknis sekali. Akan dikelompokkan tentang kurikulum dan tentang
implementasi kurikulum. Tentang kurikulum itu sendiri kan terdiri dari
kompetensi lulusan, isi, proses, dan penilaian. Kira-kira dari 4 itu
mana yang perlu ditambahkan. Dari masukan yang banyak tersebut, oleh tim
pakar akan di-review. Tentu saja tidak semua masukan kita terima, kalau semua masukan kita terima itu berarti nggak mikir.
Pertanyaan : Bagaimana tentang kesiapan guru?
Mendikbud : Ujung tombaknya guru? Benar. Bagaimana jika
guru belum siap? Kita siapkan! Dalam manajemen Pareto, itu kan ada
prioritas, mencari mana lebih prioritas. Makanya kita prioritaskan mana
yang penting terlebih dahulu. Implementasinya, kita siapkan skenario
pentahapan. Tahapnya bisa kelas 1 SD, 4 SD, kelas 7, kelas 10 terlebih
dahulu. Kalau itu kita lakukan, guru yang harus dilatih tidak sejumlah
total guru, yang 3 juta. Misal guru SD saja 1,6 juta, yang kita latih
sepertiga dari 1,6 juta itu, dikurangi guru agama, guru Pendidikan
Jasmani, jadi cuma sekitar 300 ribu, itu masuk akal. Kita setiap tahun
mengadakan sertifikasi sekitar 300 ribu.
Pertanyaan : Apakah bukunya berubah?
Mendikbud : Konsekuensi bukunya berubah. Apa tidak
boleh mengadakan buku? Ya tentu harus! Asalnya yang penting: 1. Jangan
dibebankan kepasa siswa atau orang tua siswa; 2. Di dalam pelaksanaannya
pengadaan buku harus bisa dipertanggungjawabkan, transparan saja. Buku
masternya kita siapkan, jadi bisa diuji isinya benar atau salah.
Kemudian kita tender-kan, terbuka. Dan siapapun bisa mengawasi.
Dananya bisa dari dana alokasi khusus (DAK), yang memang tiap tahun ada
DAK pengadaan buku. Dan juga dari anggaran kita sendiri. Estimasinya
kita belum tahu. Berapapun anggarannya, mau 100 milyar 100 trilyun, asal
bisa dipertanggungjawabkan tidak masalah.
Pertanyaan : Seperti apa pengajaran tematik-integratif?
Mendikbud : Misalnya guru menetapkan tema pelajaran
hari tentang gunung, tentang diriku, tentang lingkunganku. Tema itu bisa
berhari-hari diajarkan. Dalam tema itu ada Bahasa Indonesia, ada
Matematika diintegrasikan. Contoh temanya sungai. Guru menceritakan
tentang sungai dengan Bahasa Indonesia, diperkenalkan kosa kata tentang
sungai, air, dan lain-lain. Kemudian ditanyakan, air di sungai itu
mengalir atau tidak? kenapa? Di situ diperkenalkan ilmu pengetahuan
alam. Bisa juga dikaitkan dengan budaya, bahwa di Bali dikenal ada
Subak, tentang budaya pembagian air. Air bisa digunakan untuk pembangkit
listrik. Jadi pembelajaran itu bisa hidup.
Pertanyaan : Bagaimana tentang blue-print kurikulum jangka panjang?
Mendikbud : Apakah kita bisa membuat kurikulum yang
tidak berubah 50 tahun? Tidak ada ceritanya. Tidak ada ceritanya
kurikulum yang 50 tahun tidak berubah, bahkan yang 20 tahun tidak
berubah itu tidak ada.
Jaman itu berubah. Apa perubahan mendasar yang dibutuhkan di masa depan?
Yang paling dibutuhkan di masa mendatang (termasuk sekarang juga
dibutuhkan) yaitu kreatifitas. Ke depan kita butuh anak-anak yang
kreatif.
Pertanyaan : Bagaimana pengembangan Kurikulum 2013 ini?
Mendikbud : Pengembangan kurikulum ini sudah ada dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Artinya
apa? Kalau ada suatu dokumen RPJMN 2010-2014, ini artinya disusun tahun
2009, berarti 2009 sudah dievaluasi, 2010-2014 harus ada penataan
kurikulum. Ini perintah RPJMN.
Dari sisi arah, sangat-sangat jelas. Arahnya adalah peningkatan kompetensi yang seimbang antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge).
Tiga ini harus dimiliki. Yang dirisaukan orang bahwa anak-anak kita
hanya memiliki kognitif saja, ini yang kita jawab. Kompetensi nantinya
bukan urusan kognitif saja namun ada sikap, dan ketrampilan. Kompetensi
ini didukung 4 pilar yaitu : produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Meskipun inovatif ini gabungan sifat produktif dan kreatif, namun kita
taruh berdiri sendiri saja. Kalau seseorang produktif dan kreatif, tidak
serta merta menjadi inovatif, tapi inovatif ini hanya bisa dibentuk
kalau ada dua hal tersebut. Kalau ada beras ada ikan belum tentu
otomatis bisa dimakan,tapi kalau tidak ada beras tidak ada ikan otomatis
tidak ada yang bisa dimakan. Syaratnya ada beras, ada ikan.
Tentang afektif ini, kita ini rindu dengan kekuatan-kekuatan moralitas,
sentuhan seni. Tentu saja dibingkai dengan ke-Indonesia-an.
Ini sesuatu yang baru, uji publik kurikulum. Sebelumnya tidak pernah ada
uji publik. Jadi ini kita lempar ke publik. Tujuannya apa? pertama
supaya publik tahu akan ada kurikulum baru, kedua publik dapat
berpartisipasi sehingga ada rasa memiliki atau sense of belonging. Dalam partisipasi ini siapa saja boleh memberi pandangan. Oleh karena itu paling gampang kita masukkan dalam web kitahttp://kurikulum2013.kemdikbud.go.id.
Apakah yang disentuh cuma mata pelajaran? Tentu saja tidak. Kalau kita
bicara kurikulum, kita harus bicara 4 hal, yaitu standar kompetensi
lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Proses ini
berarti metodologi, atau pendekatan. Itu kurikulum keempat-empatnya,
mata pelajaran hanya satu aspek saja, termasuk buku cuma satu aspek
saja.
Yang pertama kita garap dalam penyusunan kurikulum adalah kompentensi
apa yang akan kita capai. Anak kelas I SD diharapkan bisa apa, kelas V
bisa apa, itu yang pertama ditentukan. Untuk ke situ apa yang harus
dilakukan? Setelah kompetensi ditentukan, prosesnya harus ditentukan.
Setelah itu cara evaluasinya harus ada, apakah sudah tercapai atau
belum. Jadi perlu standar penilaian. Jadi mata pelajaran itu sesuatu
yang kecil saja, suatu akibat saja.
Apa bedanya kurikulum yang dulu dengan yang sekarang? Kurikulum yang
lama pun ada standar kompetensi, ada isinya, proses, dan penilaian. Dari
situ kita review semua, sejak 2011 sudah kita review.
Ketika ramai-ramainya PPKN, kita pelajari semua. Pendekatannya kita
ubah. Kalau dulu mata pelajaran dulu ditetapkan, baru kompetensinya,
sekarang kita ubah, kompetensinya dulu ditetapkan, baru menyusul mata
pelajarannya.
Pendekatannya adalah scientific-approach, atau pendekatan ilmiah.
Pertanyaan : Mengapa kurikulum harus berubah?
Mendikbud : Yang paling mendasar, adik-adik kita didik
ini untuk apa? Yang paling utama kan untuk mereka sendiri, yang nantinya
akan kembali untuk keluarga, bangsa, dan negara. Kapan itu? kalau anak
sekolah sekarang, itu bukan untuk sekarang. Agar mereka bisa hidup
untuk nanti. Jaman itu nanti berubah, jadi harus dimulai dari sekarang.
Kalau kita tidak berubah kita akan menghasilkan generasi yang usang.
Generasi yang akan menjadi beban, dan juga tidak terserap di dunia
kerja.
Pertanyaan : Bagaimana tentang anggapan ganti menteri ganti kurikulum?
Mendikbud : Saya dihadapkan pada 2 pilihan: Apakah
mempertahankan tidak usah ganti kurikulum biar ga dibilang ganti menteri
ganti kurikulum, atau kedua tidak apa-apa ganti kurikulum asal ada
landasan. Saya memilih yang kedua, ganti kurikulum nggak apa-apa asal
punya pijakan. Kalau ini dilakukan, saya yakin kurikulum ini tidak akan
berubah dalam 4 atau 5 tahun.
Kembali ke 4 pilar di atas, penelitian menunjukkan bahwa kreativitas
bisa dibangun melalui pendidikan. Penelitian ini masih relatif baru,
tahun 2011. Penelitian ini menunjukkan 2/3 kreatifitas diperoleh melalui
pendidikan, sedangkan 1/3 karena genetik.
Bagaimana menumbuhkan kreatifitas? Anak-anak kita ajari mengamati.
Manfaatkan indrawi untuk melihat fenomena. Tidak hanya mengamati, tetapi
kita dorong untuk bertanya. Tidak hanya bertanya, tetapi harus sampai
ke menalar. Dan nanti sampai ke mencoba, sampai ke eksperimen.
Makanya prosesnya kita ubah. Karena prosesnya berubah, makanya jam pelajarannya bertambah.
Obyek pembelajarannya adalah fenomena alam, fenomena sosial, fenomena
budaya. Belajar apa saja, obyeknya pasti tiga hal tersebut.
Pendekatannya kita gunakan tematik-integratif.
Anak-anak kecil itu kan belum bisa berfikir spesialis. Karena spesialis
itu memerlukan basic yang kuat, makanya dari awal anak-anak kita ajari
berfikir utuh. Generik, tapi generik-nya kita perkuat. Tidak
pelajaran-pelajaran satu-satu. Tidak boleh anak-anak kecil itu kita
ajari spesialis.
Demikian beberapa pertanyaan yang telah dijawab oleh kemdikbud, semoga
bisa memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam
peralihan Kurikulum ini.
Related Posts :
- Back to Home »
- PERTANYAAN SEPUTARAN KURIKULUM 2013 DAN JAWABAN YANG DIBERIKAN OLEH KEMDIKBUD